Thursday, July 12, 2012

Mira Lesmana Jatuh Cinta Pada Atambua



Maaf agak narsis. :D
Duo kriting spektakuler di dunia perfilman tanah air yakni produser Mira Lesmana dan sutradara Riri Riza kembali berkolaborasi dalam sebuah proyek film. Keduanya sedang menyiapkan film yang mengangkat daerah Atambua, Timor, Nusa Tenggara Timor.
Hal tersebut diungkapkan keduanya dalam workshop film eksklusif yang diadakan oleh Sinou Kafe Hausen di daerah Panglima Polim, Jakarta Selatan beberapa waktu yang lalu.
Senyum ramah, dan candaan hangat mengiringi cerita mereka tentang proyek film yang diberi judul Atambua 39 Celcius ini.

“Tahun lalu, saya dan teman-teman dari Miles film berkesempatan mengunjungi Timor beberapa kali. Sebuah tempat yang sangat indah , sangat menarik, sangat unik, sebuah kehidupan yang sangat sederhana tetapi disaat yang sama memiliki kompleksitas yang sangat tinggi” Tutur Mira menceritakan ide awal pembuatan film Atambua 39° C.

Diakuinya, kisah-kisah kehidupan di sana sangat melekat di hati Mira, alamnya yang keras namun juga indah, kemiskinan, keterpisahan keluarga, suara tawa anak-anak Timor bersekolah atau bermain bola, semua menyiratkan harapan untuk hidup yang lebih baik. Munculah keinginan untuk menceritakannya ke layar lebar.

Namun, timbul pertanyaan di benak Mira, apakah mungkin bisa membuat sebuah film dengan budget yang tidak terlalu besar?. Pertanyaanpun terjawab seiring sambutan positif dari teman-temannya, terutama tentunya Riri Riza yang dalam waktu yang singkat membuat cerita yang indah yang diberi judul Atambua 39° C.

“Dan kami semua sepakat untuk mewujudkannya. Atambua 39° C adalah film yang akan menggunakan aktor lokal dan hampir sepenuhnya berbahasa Tetun & Porto, bahasa asli orang Timor. Ini bukan film yang mudah untuk saya presentasikan ke para investor bisnis, tapi kami merasa perlu memotret sepenggal kehidupan di Timur Indonesia yang kerap terlupakan.” Ungkap Mira Antusias.

Lantas, kenapa memilih Timor sebagai objek film, bukankah masih banyak daerah serupa yang membutuhkan publikasi lebih mengingat letak geografisnya yang sangat jauh dari pusat pemerintahan? Tanya Moviegoers penasaran.
“Berbagai macam hal menjadi pertimbangan, mengingat dalam setiap proses pembuatan film kita tidak pernah bikin film berdasarkan pasar tapi berangkat dari ide dulu, lantas di analisa ,lalu barulah dibuat film tersebut”. Jawab wanita yang menimba ilmu di jurusan penyutradaraan Institut Kesenian Jakarta tahun 1985-1988 ini.

“Ini tentang Atambua hari ini. Kami jatuh cinta kepada Timor setelah tahun lalu memproduksi film dokumenter. Sudah 12 tahun referendum, seharusnya ada perubahan signifikan. Tetapi yang ada, NTT seolah terpisahkan karena struktur politik. Trauma setelah 12 tahun belum sembuh. NTT tempat terindah, golden island, tapi dilupakan oleh pemerintah.” Lirih Mira.

Timor menjadi begitu istimewa di mata Mira karena daerah tersebut merupakan sebuah tempat dengan latar belakang sejarah yang kompleks, satu bangsa / etnis yang terpecah oleh politik negara. Timor juga merupakan ruang penjelajahan baru, dengan cerita politik wilayah konflik, dan tentunya cerita yang belum banyak dijelajahi dalam film komersial Indonesia yang menjadikan karakter budaya Timor lebih menarik dibanding dengan daerah lainnya.

Kembali pada film Atambua 39° C yang secara global menceritakan tentang seorang pemuda bernama Joao yang telah terpisah dari ibunya sejak berusia tujuh tahun. Ia dibawa eksodus ayahnya pindah ke Atambua setelah referendum 1999, sementara ibu dan dua adiknya yang masih bayi tinggal di Liquica, Timor Leste. Disinilah konflik terjadi. Konflik yang melibatkan ayah dan anak lelaki yang sedang mencari jati diri. 

Cerita sederhana, namun sangat sarat akan nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung didalamnya.
“Buat kami, membuat film tidak boleh sembarangan, karena apapun yang kita lihat bisa menjadi sesuatu, itulah yg membuat kita tidak membuat film terlalu banyak” Pungkas Mira mengakhiri perbincangan menarik di Sinou Kafe Hausen sore itu.

Meliza Sopandi

No comments:

Post a Comment