Jika menilik
suasana tontonan di bioskop Majestic pada sekira periode tahun 1920-an,
pemutaran film didahului oleh promosi yang menggunakan kereta kuda sewaan.
Kereta itu berkeliling kota
membawa poster film dan membagikan selebaran. Ketika itu kedatangan kereta kuda
itu sudah menjadi hiburan tersendiri, terutama bagi anak-anak.
Pemutaran film
dimulai pukul 19.30 dan 21.00 WIB. Sebelum film diputar di pelataran bioskop
Majestic sebuah orkes musik mini yang disewa pihak pengelola memainkan
lagu-lagu gembira untuk menarik perhatian.
Saat ini,
seiring berkembangnya waktu dan kemajuan teknologi. Pemanfaatan media massa juga berpengaruh besar terhadap perkembangan dunia
film Indonesia.
Dengan memanfaatkan media social seperti twitter, kita tidak usah susah payah
menyebarkan promosi film dengan menggunakan kereta kuda sewaan lagi. Cukup
dengan sekali tweet ajakan menonton film, maka ratusan orang akan merespon dan
ikut bergabung.
Hal
itulah yang dilakukan oleh sekelompok anak muda dengan hoby yang sama yaitu
menonton film di bioskop setiap minggu. Mereka tergabung dalam komunitas
Moviegoers Indonesia. Berawal dari obrolan ringan dan ketidaksengajaan, Tatzhu, Rivki, Witra,
Joseph, dan Ainel mampu mengumpulkan orang-orang lewat media sosial hingga 25
orang setiap kali nobar (nonton bareng). Mulai resmi terbentuk pada bulan Maret
2012, akhirnya komunitas ini bisa mengumpulkan massa yang lebih banyak dan terdiri dari
latar belakang yang beragam. “Ada
mahasiswa, karyawan, finance, blogger, wartawan film, bahkan sineas
film sendiri ikut bergabung bersama kita” Ujar Rivki, salah satu penggagas
komunitas Moviegoers Indonesia.
Dalam
10 tahun terakhir, pasang surut dunia perfilman Indonesia terlihat dari jumlah
penonton yang mengunjungi bioskop tanah air. Hal inilah salah satunya yang
menjadi latar belakang terbentuknya komunitas Moviegoers Indonesia.
“Kita
ingin mengembalikan kepercayaan penonton terhadap film Indonesia, kepercayaan penonton berkurang karena
beberapa hal, diantaranya adalah kualitas film Indonesia itu sendiri, nah,
istilahnya kita ini menjembatani antara bioskop dan penontonnya”. Terang Tatzhu.
Film pertama
yang mereka tonton bareng adalah The Raid, jumlah pesertanya mencapai 120
orang. Suatu saat muncul ide dari rekan sineas mereka yaitu Ian Salim dan
Elvira Kusno (Yours Truly, FISFIC) , mereka mencoba mengajak crew dan cast dari film The Raid untuk bergabung. Beruntung, Joe Taslim,
Tegar Satrya, Verdi Soelaiman, Iko Uwais dan Ario Sagantoro (The Raid producer)
berkenan menghadiri nobar yang mereka adakan di Blitzmegaplex Grand Indonesia
kala itu.
“Untuk menarik
penonton ke bioskop, kita mengajak para crew
dan cast dari film The Raid untuk
nobar. Dan cara ini terbukti berhasil memikat para penonton untuk menyaksikan
film tersebut” Ujar Joseph menambahkan.
Namun,
tidak semua film Indonesia
bisa ditonton bersama. Mekanisme pertama memilih film untuk nonton bareng
adalah penyeleksian dan fokus pada film yang memiliki kualitas baik. “Kalau
film hantu esek-esek ya ngga kita
tonton, kita kan fokus mendukung film-film Indonesia yang
berkualitas” Ungkap Ainel.
Kemudian
ia pun mengungkapkan bahwa ketika menonton sebuah film di bioskop, akan
mendapatkan sesuatu yang berbeda disbanding ketika menonton sendiri. Dari segi atmosphere, sound, effect, lalu rasa kebersamaannya
juga bisa tercipta.
Keuntungan
lainnya adalah ketika selesai menonton film tersebut, bisa langsung membahasnya
sehingga kita bisa mendapatkan sharing
moment after that.
Saat
ini, kurang lebih sudah 7 film yang mereka tonton bareng. Diantaranya adalah The
Raid, Sanubari Jakarta, Hi5teria, Rec 3, Modus Anomali, The Avangers, dan
Lovely Man. Rata-rata mereka membooking 186 seat
atau setara dengan kapasitas satu studio. Dengan mengusung tema Movies Unite Us, mereka berharap
film Indonesia
yang berkualitas terus bertambah dan berbanding lurus dengan jumlah penonton
filmnya.
Untuk
mengikuti acara nobar bersama mereka, follow akun @moviegoersID dan pantau
terus linimasanya.
Meliza Sopandi
No comments:
Post a Comment